ALHAMDULILLAH masih hidup. Syukuri aja dulu. Nggak usah banyak gaya. Apalagi banyak ngeluh. Dan, satu lagi nggak usah sok-sok-an. Kita ini cuma orang biasa. Sama kayak yang lain. Nggak bisa dibeda-bedain. Di mata Tuhan kita ini semua sama.
Saya punya temen. Seorang sarjana. Umurnya tiga puluh tahun lebih nyaris empat puluh tahun, sampai saat ini nggak mau kerja. Kata dia, “Saya punya prinsip, saya harus membuka lapangan kerja, bukan menjadi pekerja!” Lah kayak yang iya. Info dari sodarnya malah jadi beban keluarga. Tiap hari minta duit ke ibu-nya yang udah nenek-nenek.
Orang kayak gini nih, sok-sok-an filsuf, intelektual, tapi doyannya bikin susah orang. Padahal mau susah mah telan aja sendiri. Fungsi HP hanya untuk cari cewek di FB, cari pinjaman duit via WA ke temen secara acak, dan nonton youtube bukan nyari inspirasi, tapi bahan menghayal.
Hak sih hak. Tapi, kalau mau gitu mah, ujung-ujungnya nggak usah banyak ngeluh juga. Di status medsos sok bijak, agamis, sok pro Israel, dan sok-sok lainya. Eh pas japri, “Kasbon Bro.” Terus, “Bro minta nasihat hidup dong Bro. Saya udah mentok nih.” Eh pas dikasih tau, malah ngajak debat. Malah nyalahin. Malah ngebalikin dan masih berpikir bahwa langkahnya saat ini bukan suatu perbuatan dosa.
Itu fenomena yang ril di sekeliling kita. Sok pintar, tapi sebenarnya orang jahat. Hidup untuk diri sendiri aja sulit, apalagi untuk orang lain. Makanya, kalau masih biasa-biasa aja, hidup umum aja kayak orang lain. Waktunya kerja ya kerja, waktunya main ya main. Normal aja gituh. Enggak usah sok paling benar. Kita ini hidup harus jalan terus. Kebahagian dan kesulitan seimbang. Mesti dijalani dengan bijak. Karena hidup ini nggak jelas bentuknya, maka, minimal jangan nyusahin orang!
Ibon